Kuansing, metrosumatranews.com.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru menerima eksepsi atau keberatan Indra Agus Lukman, terdakwa dugaan korupsi dana Bimtek dan Pembinaan Bidang Pertambangan serta akselerasi di Dinas ESDM Kuansing ke Provinsi Bangka Belitung 2013-2014. Kepala Dinas (Kadis) ESDM Riau itu bebas.
Putusan sela dibacakan hakim ketua Dahlan SH MH, Kamis 18 November 2021. Indra Agus mengikuti jalan persidangan secara virtual dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Teluk Kuantan. “Menerima keberatan penasehat hukum terdakwa Indra Agus Lukman,” ujarnya.
Dalam amar putusan selanya, majelis hakim menyatakan sah dan berlaku secara hukum putusan praperadilan hakim Pengadilan Negeri Teluk Kuantan. Hakim juga menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima dan perkara tindak pidana korupsi atas nama Indra Lukman dihentikan pemeriksaannya.
“Menetapkan terdakwa dibebaskan dari penahanan dan memerintah JPU Kejari Kuansing untuk segera mengeluarkan Indra Agus Lukman dari Lapas Teluk Kuantan sejak putusan ini diucapkan,” tegasnya.
Mendengar putusan majelis hakim itu, Indra Agus tak bisa menahan rasa bahagianya. Berkali-kali dia mengusapkan kedua tangannya ke wajah sambil mengucapkan syukur atas kebebasan dirinya.
Atas putusan itu, penasehat hukum, Rizki JP Poliang SH MH yang mendampingi Indra Agus langsung berupaya membebaskan kliennya dari penjara. Indra Agus pun menghirup udara bebas.
“Alhamdulillah klien kami IAL (Indra Agus Lukman), hari ini bebas. Hakim Pengadilan Tipikor memutuskan bahwa putusan prapid sah secara hukum, sehingga pokok perkara Tipikor dinyatakan dihentikan/gugur,” jelas Rizki.
Rizki menyambut baik putusan majelis hakim tersebut, dan membuktikan kalau keadilan masih ada di Provinsi Riau. “Putusan itulah cerminan tentang bagaimana Kejari Kuansing di bawah pimpinan Hadiman dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka,” tutur dia.
Rizki berharap, kejadian ini bisa menjadi bahan intropeksi buat Kejaksaan Negeri Kuansing dalam hal menemukan minimal 2 alat bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.
“IAL juga menyampaikan rasa terimakasihnya kepada seluruh pihak yang sudah mendukung serta mendoakan atas masalah yang ia hadapi selama ini,” tutur Rizki.
Diberitakan sebelumnya, JPU Rinaldi Adriansyah dalam dakwaannya menyebutkan Indra Agus melakukan tindak pidana korupsi bersama Ariyadi dan Tazaruddin (telah diputus dalam penuntutan terpisah). Perbuatan terjadi pada medio Maret hingga April 2013 di Kantor ESDM Kabupaten Kuansing.
Indra Agus selaku Kadis ESDM Kabupaten Kuansing sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengambil kebijakan untuk melaksanakan kegiatan workshop/bimtek pembinaan bidang pertambangan dan akselarasi kedalam tatacara pengadaan secara swakelola tanpa melalui mekanisme perencanaan umum pengadaan terlebih dahulu.
Dana untuk Bimtek tersebut dianggarkan Rp450 juta. Dengan rincian Rp100 juta untuk biaya sub kegiatan workshop/bimtek pembinaan bidang pertambangan dan Rp350 juta untuk biaya sub kegiatan akselerasi workshop/bimtek pembinaan bidang pertambangan.
Kegiatan dilaksanakan berdasarkan kebijakan lisan yang disampaikan Indra Agus kepada Ariadi selaku PPTK dan Edisman selaku bendahara pengeluaran di Dinas ESDM Kuansing. Jumlah peserta 20 orang PNS yang bekerja di bidang pertambangan pada Dinas ESDM Kabupaten Kuansing dan tema dipilih pengelolaan lingkungan pertambangan emas tanpa izin di Kuansing.
Setelah mengajukan dokumen pencairan anggaran pada Maret 2013, Edisman melakukan penarikan sebanyak tiga kali selama 10 hari sejak tanggal 8 Maret. Pertama Rp270 juta, kedua Rp50 juta, dan ketiga Rp130 juta. Setelah seluruh anggaran dicairkan, dibuat item kegiatan di Aula Wisma Hasanah Teluk Kuantan.
“Dalam pelaksanaannya, kemudian banyak item-item kegiatan yang dikerjakan menyimpang dari ketentuan DPA SKPD Dinas ESDM Kabupaten Kuantan Singingi,” kata JPU.
Penyimpangan itu seperti jadwal kegiatan yang seharusnya dilaksanakan 5 hari di aula Wisma Hasanah Teluk Kuantan mulai tanggal 18 sampai dengan tanggal 22 Maret 2013 ternyata hanya dilaksanakan selama 3 hari yaitu pada tanggal 18, 19 dan 22 Maret 2013.
Selanjutnya acara pokok yang seharusnya diisi dengan penyampaian materi workshop/bimtek pembinaan bidang pertambangan oleh 4 orang instruktur selama 5 hari (40 jam) dikurangi acara pembukaan, istirahat, salat dan makan serta acara penutupan, ternyata hanya diisi dengan acara pembukaan dan pemberian materi oleh 1 orang instruktur selama 5 jam pada hari pertama tanggal 18 Maret 2013.
Selain itu, acara diskusi diantara peserta workshop/bimtek dengan panitia pelaksana kegiatan pada hari kedua tanggal 19 Maret 2013, dan acara penutupan pada hari ke lima tanggal 22 Maret 2013.
“Penyimpangan atas pelaksanaan sub kegiatan workshop/bimtek pembinaan bidang pertambangan diatas disebabkan adanya permufakatan antara saksi Edisman bersama-sama saksi Ariyadi serta terdakwa Indra Agus Lukman. Dana mengalokasikan dana sesuai jumlah pagu Rp100 juta, dana hanya digunakan Rp20 juta,” jelas JPU.
Dari dana Rp20 juta yang diserahkan Edisman kepada Ariyadi hanya digunakan Ariyadi untuk membiayai pelaksanaan rangkaian kegiatan di atas Rp19.550.000. Untuk pertanggungjawaban anggaran yang terpakai dibuat seolah-olah Rp100 juta. Edisman, Ariyadi dan Indra Agus membuat 15 kwitansi, di antaranya pembiayaan biaya cetak, honor dan biaya pembelian makanan, uang saku peserta dan akomodasi.
“Dari 15 bukti kwitansi pembayaran berikut dengan bukti faktur maupun bukti daftar penerima senilai Rp100 juta yang dibuat sesuai dengan realisasi yang dibayarkan sedangkan terhadap 14 bukti kwitansi berikut dengan bukti faktur dan daftar penerima lainnya dibuat secara tidak benar antara lain ada pembiayaan yang fiktif dan ada yang melebihi. Markup Rp. 80.450.000,” jelas JPU.
Indra Agus dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 9 jo Pasal 10 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Hari)