Payakumbuh, metrosumatranews.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Payakumbuh mendengarkan pendapat wali kota atas 3 buah Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Inisiatif DPRD dalam rapat paripurna di kantor DPRD, Senin (5/7).
Rapat paripurna itu dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Wulan Denura, dan dihadiri oleh Wakil Ketua DPRD Armen Faindal, anggota DPRD, serta Kepala OPD di lingkungan Pemerintah Kota Payakumbuh. Pada Jumat (2/7) lalu, DPRD Kota Payakumbuh telah melaksanakan rapat paripurna penyampaian penjelasan DPRD terkait Ranperda usulan para wakil rakyat ini.
Wulan Denura mengatakan rapat paripurna ini merupakan tahapan dari penyusunan rancangan peraturan daerah yang merupakan usulan pertama dari anggota DPRD Payakumbuh periode 2019-2024.
“Tiga ranperda usulan/inisiatif tersebut adalah Ranperda tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Ranperda tentang Penyelenggaraan Koperasi, dan Ranperda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan dan Permukiman Kumuh,” kata Wulan.
Sementara itu, mewakili Wali Kota Riza Falepi, Sekretaris Daerah Rida Ananda menyampaikan pendapat atas 3 ranperda usulan yang telah disampaikan para wakil rakyat.
Ranperda Kesejahteraan Sosial
Sekda memulai penyampaian pendapat wali kota dengan menyebut persoalan yang terjadi di negara Indonesia terkait dengan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial seperti kemiskinan, kesehatan, pengangguran, dan masalah sosial lainnya, merupakan tugas pemerintah untuk memberikan layanan dan sebuah bentuk dari proses berkelanjutan untuk memenuhi hak atas kebutuhan dasar warga negara secara layak.
“Fluktuasi ataupun perubahan data penyandang masalah sosial yang terjadi di Kota Payakumbuh berdasarkan data tahun 2020 seperti fakir miskin sebanyak 9.898 orang, penyandang disabilitas sebanyak 620 orang dan lanjut usia terlantar sebanyak 344 orang, cukup dipengaruhi juga oleh dampak Corona Virus Desease 2019 yang melanda sejak april tahun 2020 sampai saat ini,” jelasnya.
Untuk mengatasi permasalahan sosial yang terjadi di Kota Payakumbuh, kata Sekda, berdasarkan kewenangan yang pemerintah kota di bidang sosial, diperlukan suatu regulasi di tingkat daerah yang sesuai dengan kebutuhan dan karakter masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial guna memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaannya.
“Sehubungan dengan itu, Pemerintah Kota Payakumbuh memberikan apresiasi kepada DPRD yang telah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial,” ungkapnya.
Namun dalam kesempatan itu, Sekda juga menyampaikan beberapa saran, pendapat dan penjelasan terhadap raperda Penyelenggaraan Sosial.
Seperti persoalan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang ada di Kota Payakumbuh selama ini sudah dilaksanakan, baik itu yang berasal dari dana pusat, propinsi maupun APBD di Kota Payakumbuh yang juga bekerjasama dengan lembaga sosial yang ada.
Masalah sosial berkembang dinamis seiring dengan perkembangan dinamika masyarakat, yang meliputi Rehabilitasi Sosial, Jaminan Sosial, Pemberdayaan Sosial dan Perlindungan Sosial.
“Oleh karena itu dalam membuat kebijakan tentang kesejahteraan sosial perlu kiranya kita menyesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Apalagi untuk kesempurnaan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Sosial ini, agar kedepannya lebih memperhatikan kesesuaian substansi dan materi muatan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,” papar Sekda.
Ranperda Tentang Penyelenggaraan Koperasi
Sekda Rida Ananda menyampaikan terkait dengan Rancangan Peraturan Daerah Inisiatif DPRD Kota Payakumbuh tentang Penyelenggaraan Koperasi ini perlu didukung untuk dijadikan Peraturan Daerah. Mengingat tantangan pembinaan dan Pemberdayaan Koperasi dan Dinamika Perkoperasian di Daerah kedepannya akan semakin berat dan kompleks.
Disatu sisi Koperasi merupakan salah satu satu instrument perekonomian nasional yang berbasis masyarakat banyak atau yang lebih menyentuh masyarakat kalangan bawah.
“Untuk lebih bermanfaatnya Perda ini nantinya bagi kemaslahatan masyarakat perkoperasian Kota Payakumbuh perlu kita perkaya dengan berbagai masukan terutama berkaitan dengan kepentingan penguatan dan pengembangan Perkoperasian kedepannya,” kata Sekda.
Sekda Rida juga memberikan pendapat, saran, tanggapan dan penjelasan terhadap Ranperda Penyelenggaraan Koperasi ini.
Lahirnya Peraturan Perundang- Undangan yang baru terutama yang mengatur tentang Koperasi dan UMKM dimana tujuan utamanya memberi kemudahan bagi masyarakat untuk membentuk koperasi. Hal ini perlu kita sikapi mengingat tanpa melibatkan pemerintah daerah khususnya Dinas Koperasi dan UKM, Badan Hukum Koperasi bisa hadir ditengah masyarakat dengan berbagai kepentingan yang berpotensi memberi permasalahan baru bagi Program Pemberdayaan Koperasi di Daerah.
“Kondisi sekarang masih banyak kita temui pihak-pihak yang memanfaatkan status Koperasi untuk modus bisnis illegal terutama dalam usaha simpan pinjam dengan berkedok pembukaan kantor cabang dan sebagainya. Berdasarkan hal ini dimohonkan saran dan masukan dari anggota dewan bagaimana agar permasalahan diatas dapat teratasi, dan termuat didalam rancangan peraturan daerah yang diajukan,” kata Sekda.
“Pada BAB Pemberdayaan dan Perlindungan Koperasi, BAB Peran Serta Masyarakat dan BAB Pembinaan dan Pengawasan pada Ranperda masih banyak yang belum sempurna/terisi tabulasinya,” tambah Sekda.
Ranperda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan dan Permukiman Kumuh
Sekda menjelaskan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menyebutkan bahwa urusan kawasan permukiman termasuk urusan pemerintahan konkuren yang bersifat wajib dan pelayanan dasar. Diatur bahwa pemerintah kabupaten kota wajib melaksanakan penanganan kumuh dan pencegahan kumuh.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), mengatur bahwa salah satu ruang lingkup penyelenggaraan PKP adalah pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang wajib dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah serta masyarakat.
Ketentuan yang diatur di dalam UU Perumahan dan Kawasan Permukiman ( PKP ) masih bersifat pokok dan normatif, sehingga perlu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. Sesuai dengan UUD tahun 1945 pasal 28H mengamanahkan “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
“Untuk mewujudkan amanah tersebut, maka perumahan kumuh dan permukiman kumuh perlu dicegah dan ditangani melalui pengaturan dengan memperhatikan kesejahteraan, keadilan dan pemerataan, kemanfaatan, keterjangkauan dan kemudahan, kemitraan, keserasian dan keseimbangan, kelestarian dan berkelanjutan, keamanan, ketertiban dan keteraturan,” kata Sekda.
Karena itu perumahan dan kawasan permukiman perlu dikelola secara terencana, terpadu, professional dan bertanggung jawab, serta selaras, serasi dan seimbang dengan penggunaan dan pemanfaatan ruang. Masyarakat perlu berdaya (enable) menjadi ujung tombak dalam pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman kumuh untuk mencapai keberlanjutan perwujudan hasil kualitas lingkungan yang layak dan sehat.
Konsep penanganan kumuh terdiri dari pencegahan dan peningkatan kualitas, dimana sebelumnya dilakukan pendataan untuk memperoleh kesimpulan terhadap kondisi kekumuhan dan untuk selanjutnya akan bisa direncanakan bentuk pola penanganan, apakah berbentuk peremajaan, pemugaran, pemukiman kembali untuk konsep peningkatan kualitas. Sedangkan untuk konsep pencegahan dengan pola penanganan pengawasan dan pengendalian serta pemberdayaan masyarakat.
“Kami memandang esensi pentingnya Perda Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh ( P2-KPKPK ) ini, selain sebagai amanat dari Undang- Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, terpenting tentunya bisa sebagai pedoman dan landasan dalam perencanaan penanganan kawasan kumuh serta mencegahnya sebagai kawasan kumuh baru di Kota Payakumbuh yang kita cintai ini,” ungkap Sekda.
Dengan adanya Perda P2-KPKPK ini tentunya persyaratan dari pemerintah pusat dalam membantu daerah akan menjadi bisa kita penuhi, karena Perda ini di tahun mendatang akan menjadi salah satu persyaratan (Readiness Criteria) bantuan pembiayaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
Semua aspek tingkat kekumuhan ditangani oleh organisasi perangkat daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya meliputi oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Satpol PP dan Damkar.
Untuk Kota Payakumbuh, kata Sekda, lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Walikota, yaitu pada tahun 2017 seluas + 59 Ha dan tahun 2019 seluas + 53 Ha, dan penanganannya telah dilaksanakan oleh masing-masing OPD diatas secara keberlanjutan setiap tahun yang dialokasikan pendanaannya dari daerah dan pemerintah pusat, sampai dengan akhir tahun 2020 status tingkat kekumuhan Kota Payakumbuh berada pada nilai kumuh ringan dan tidak kumuh.
Selanjutnya Sekda juga menyampaikan saran terkait dengan Ranperda Pencegahan dan Peningkatan kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.
“Sesuai dengan tingkat kekumuhan kota Payakumbuh saat ini dengan nilai tidak kumuh s/d kumuh ringan, strategi konsep penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang akan kita tuangkan pada perda ini nantinya melalui konsep peningkatan kualitas dan konsep pencegahan, kiranya atau dibutuhkan penajaman dengan pola kemitraan peningkatan peran serta masyarakat dan keswadayaan dalam mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru,” kata Sekda.
Pada Ranperda pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh, Pemko belum menemukan pasal yang mengatur terkait sanksi dan larangan, Sekda menanyakan apakah tidak diperlukan adanya sanksi adiministratif pada Perda ini.
Masukan Terkait Pembahasan Ranperda Inisitatif
Wali Kota Riza Falepi melalui Sekda juga mengingatkan DPRD dengan keberadaan Peraturan Daerah juga akan memberikan konsekuensi diantaranya menuntut adanya konsistensi dan komitmen yang sungguh-sungguh dari Pemerintah Daerah Kota Payakumbuh dalam penyediaan dana.
Penerapan Peraturan Daerah ini juga akan berdampak terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Mengenai dampaknya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga perlu diperhatikan dengan cermat karena akan menjadi beban dalam keuangan daerah.
“Sejauh mana urgensi pembebanannya dalam APBD Kota Payakumbuh setelah nanti lahirnya 3 (tiga) buah Ranperda ini,” tutup Sekda Rida Ananda. (FR)