Budaya  

Berbagai Macam Replika peninggalan di Museum Istano Basa Pagaryung Kita Temui

Oleh : Masriwal STM

Dari mana saja pengunjung museum Istano Basa Pagaruyung baik dari Manca Negara maupun lokal, semua akan tertarik melihat peninggalan bersejarah yang ada dan membaca sejarah yang ada di Museum Istana Basa Pagaruyung.

Sebagaimana kalau kita naik keruangan-ruangan yang ada di Istano Basa Pagaruyung terdapat juga sejumlah lemari kaca yang berisi replika benda-benda kerajaan peninggalan masa lampau. Walaupun hampir semuanya adalah replika, tapi tidak meninggalkan kesan antik alias penuh riwayat juga hikayat.

Seperti ada replika “Keris Geliga Tunggal Alam”. Ini adalah benda pusaka Istana Pagaruyung yang selalu jadi bekal Tuanku Abang Raja Manti Putih Larat ke Rantau Kala-Kala Kuning Tanah Kucing Serawak pada akhir abad XVIII.

Ada kenong atau gong kecil berwarna keemasan yang dinamakan“Canang Pamanggia”, fungsinya untuk memanggil masyarakat guna bekerja gotong-royong.

Lalu ada Keris asli “Sampono Ganjo Erah” dan “Ponding Parisai Pusek”. Inilah pusaka Istana Pagaruyung Raja Adat Buo Pangian. Keris ini diyakini sudah ada sejak awal abad XVIII.

Selain itu, ada juga replika “Keris Tunggal Kilau Malam”. Ini juga benda pusaka Istana Pagaruyung bekal Raja Lenggang Dirajakan ke Rembau Seri Menanti pada tahun 1808.

Replika lainnya masih ada, misalnya “Saluak Deta Dandan Tak Sudah”. Ini adalah mahkota tutup kepala Raja Alam Melayu Minangkabau di Pagaruyung selepas tahun 1550 abad XVI dibawa ke Rembau Seri Menanti Negeri Sembilan oleh Si Alang Bujang Mahmud Tuanku Raja Malewar tahun 1773 abad XVIII.

Selanjutnya juga ada replika kopiah yang diperkaya dengan ukir sulaman benang emas dari Sungayang “Tikam Tindik” Sarang Olang abad XVIII.

Namun replika juga ada di dapur , ada jalan keluar di dekat tangga kayu. Jalan ini menuju ke selasar (serambi), yang menghubungkan antara bangunan inti istana dengan dapur.

Selasar menuju dapur ini cukup lebar. Kalau lurus kita akan keluar pintu belakang, dan turun menggunakan tangga kayu. Sedangkan dapur ada di kanan selasar. Dapurnya luas sekali. Dari replika peralatan memasak yang ada, semuanya terbuat dari tanah liat. Diletakkan di atas semacam ‘dipan’ yang sengaja ditumpahkan pasir halus. Nah, di atas ‘dipan’ dengan pasir halus inilah, pekerja istana mengolah masakan. Menggunakan kayu bakar, tetapi karena ada alas pasir halus, maka pembakaran ini pun ‘aman’. Mungkin begitulah kira-kira.

Dapur ini punya dua ruangan. Sisi sebelah kanan, seperti yang sudah ditulis, ada tempat memasak yang dilengkapi perkakas dapur serba tradisional. Sedangkan pada sisi sebelah kiri, berfungsi sebagai tempat para dayang yang berjumlah 12 orang. Dapur Istano Basa Pagaruyung dibuat terpisah dengan bangunan utama dan dihubungkan dengan selasar.

Lalu tangga kayu menuju ke lantai dua ada di tengah lantai satu, atau dekat jalan menuju ke selasar. Enggak begitu tinggi, tapi karena beberapa anak tangga kayu berderit ketika diinjak maka rasanya jadi memang seperti harus ekstra hati-hati.

Disini suasananya lumayan lapang dan memanjang, mirip seperti di lantai satu tapi lebih kecil ukuran luasnya. Tapi, tidak begitu banyak piranti yang ada. Karena memang, lantai dua ini dinamakan “anjungan paranginan” dan dimaksudkan sebagai tempat bercengkerama para puteri raja yang belum menikah (berkeluarga atau gadis pingitan).

Di sisi kiri ada kamar peristirahatan puteri raja dengan tirai yang memanjang dari atap hingga lantai, menjadi semacam kelambu. Lagi-lagi, hiasan kainnya didominasi warna kuning keemasan. Bergantungan pula beberapa lampu antik.

Di sisi kanan, mepet dinding kayu, ada kursi kayu antik, lengkap dengan meja dengan keramik bundar. Paling sudut dekat jendela, ada kotak kuno penuh ukiran yang diperuntukkan menyimpan perkakas Putri Raja. Ada tiang utama yang diantaranya dipasang cermin untuk berdandan puteri raja, dengan bingkai dari kayu.

Udara sejuk terasa di lantai dua ini. Maklum, lantai ini cukup tinggi. Dan lagi, jendela-jendela istana yang dibuka benar-benar menyajikan pemandangan luar biasa indah, selain kesejukan sirkulasi udara.

Selanjutnya nama yang disematkan adalah sebagai ruangan “mahligai”. Difungsikan sebagai tempat penyimpanan alat-alat kebesaran Raja, seperti mahkota kerajaan yang dahulunya disimpan dalam sebuah peti khusus bernama “aluang bunian”.

Kalau lantai satu dan dua langsung beralaskan lantai kayu, maka di lantai tiga, dilapisi dengan tikar rotan.

Lantai tiga ini yang tidak terlalu luas, ada tiga kursi kayu antik dengan satu meja bundar. Ada lampu gantung antik. Pada dinding-dinding kayunya dipajang sejumlah alat perang. Mulai dari pedang, tombak, pistol antik atau ‘pistol Balando’ dan lainnya. Ada juga ‘gobok’ atau ‘bodia sitengga’ yang mirip senapan angin tapi punya fungsi sebagai pemberi kabar pengumuman tentang hal-hal suka maupun duka. Tombak yang dipajang misalnya, “tombak bamato tigo” yang biasa dipakai untuk berburu, maupun pertahanan diri.(***

Sumber : https://gpswisataindonesia.info/museum-istano-basa-pagaruyung-sumatera-barat. Apr 13, 2018

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *