Budaya  

Unsur Utama Pada Bangunan Museum Istano Basa Pagaruyung Punya makna

Oleh : Masriwal STM

Dalam membangun sebuah Rumah di Ranah Minang Sumatera Barat, apalagi bangunan Istano Basa Pagaruyung di Pagaruyung Kecamatan Tanjung Emas Kabupaten Tanah Datar ada unsur-unsur yang terutama dan tidak bisa ditinggalkan.

Sebagaimana yang pertama adalah Batu Tapakan, Batu Tapakan merupakan sebuah batu yang cukup lebar yang diletakan didepan jenjang, ia mewakili “Front Office“ dari Istano disamping mewakili pembawa berita dari pusat pemerintahan keseluruh pelosok kerajaan dan sebaliknya.

Sementara dalam kehidupan sehari–hari, masyarakat hanya mengenal atau mengetahui bahwa batu tapakan tempat mencuci kaki sebelum naik rumah gadang, dahulunya masyarakat Minangkabau tidak mengenal istilah  “alas kaki“, disini disediakan sebuah “Guci“ yaitu tempat air dan  dilengkapi dengan gayung air (Cibuak).

Kedua Ada Janjang dengan anak janjang, tanggo dan tangan–tangan, janjang adalah jalan atau sarana masuk kedalam bangunan Istano Basa Pagaruyung dan akan mewakili serta melambangkan sistim demokrasi Minangkabau yang disalurkan melalui mufakat dengan prosesnya yang dikenal dengan istilah ”Bajanjang naiak batanggo turun.

Istilah ini mempunyai 2 kelompok kata dan dua makna yang berbeda keduanya adalah “bajanjang naiak“ “batanggo turun“. Bajanjang naiak mewakili proses yang segala–galanya dimulai dari tingkat yang paling bawah dalam kehidupan adat Minangkabau.

Hal ini akan terwujud dalam tingkatan mufakat adalah, Kaponakan bermufakat dengan mamak, kemudian mamak dalam sebuah kaum bermufakat bersama tungganai dibawah pimpinan penghulu kaum, penghulu kaum bermufakat sesama mereka ditingkat nagari dalam pertemuan ampek suku (sekarang dinamakan Kerapatan Adat Nagari).

Seterusnya Kerapatan Penghulu Nagari dengan Penghulu Luhak dan akhirnya Penghulu Luhak bermufakat dengan Lareh – Bodi Caniago yang merumuskan dan mengusulkan tuntutan rakyat dalam bentuk rancangan Undang – undang kepada Lareh Koto–Piliang.


Batanggo turun mewakili proses demokrasi yang segala–galanya dimulai dari tingkat paling atas, diteruskan ketingkat lebih rendah dan seterusnya. Disini akan berkaitan dengan penyebaran kebijaksanaan dan keputusan pemerintah pusat yang telah lebih
dahulu menjadi keputusan atau hasil mufakat dalam bentuk usulan dari semua pihak mulai dari tingkat paling bawah ketingkat paling atas dengan demikian proses demokrasi yang dinamakan “batanggo turun“ adalah kebalikan dari proses demokrasi “bajanjang naiak“.

Ada lagi Anak Janjang, Anak janjang Istano Basa Pagaruyung ada 11 buah. Keberadaan janjang melambangkan kedudukan empat dari Kelarasan Koto Piliang dan empat dari Kelarasan Budi Caniago. Sedangkan 3 lagi melambangkan kedudukan Rajo Nan Tigo Selo, yaitu : Rajo Adat, Rajo Ibadat dan Rajo Alum.  

Selanjutnya Tanggo, Tanggo adalah selembar kayu vertikal antara anak janjang ke
anak janjang yang lebih rendah, ia mewakili kekuatan keputusan mufakat pada masing-masing tingkat, mufakat yang disahkan dan diperkuat oleh keputusan pimpinan disetiap tingkat pemerintahan.

Begitu pula ada Tangan-Tangan Janjang, Tangan–tangan janjang mewakili dan melambangkan norma-norma dalam pelaksanaan demokrasi melalui mufakat, norma-norma tersebut harus dilandasi oleh Langgam Adat.

Undang-undang Luhak dan Agama Islam untuk mencapai hasil yang maksimal dan sekaligus untuk menghindari masyarakat dan kerajaan dari jurang kehancuran sebagai akibat hasil-hasil proses demokrasi yang tidak mengikuti norma-norma yang semestinya.

Sumber : Proposal tugas akhir  Farhan Sujali Jurusan Manajemen Informatika Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Batusangkar

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *