Budaya  

Keberadaan Tiang Tuo (Tonggak Tuo) Pada Museum Istano Basa Pagaruyung

Oleh : Masriwal STM

Ketika kita mengunjungi Museum Istano basa Pagaruyung di Pagaruyung Tanjung Emas Tanah Datar, kita tercengang dan kagum akan bangunan tersebut, apalagi ketika berada di atas atau dalam ruangan terdapat tiang yang jumlahnya banyak, bahkan ada namananya tiang tuo atau orang minangkabau menyebut tonggak tuo.

Tiang tuo ada beberapa langkah prosesi pendiriannya, Langkah pertama membuat rumah gadang adalah menentukan dan mencari tiang tuo, yang dinamakan juga tiang utama atau tiang seri. Tiang tuo yang merupakan tiang utama berdirinya sebuah rumah gadang.

Tiang tuo ini dicari dengan meneroka ke dalam hutan yang dipimpin oleh penghulu dengan pawang dan anak kemanakan beserta kerabat lainnya, pepatah mengatakan,“tiang dipiliah dalam hutan, banyak lah urang nan maramu (tiang dipilih dalam hutan, banyaklah orang yang meramu)”.

Sebelum rombongan mencari tiang tuo pergi ke hutan diadakan terlebih dahulu upacara jamuan makan dan berdoa’ bersama. Pencarian tiang tuo ini biasanya dilakukan pada hari Senen atau Kamis. Mengikut Dt Lubuak sati, bahwa hari Kamis adalah hari kayu, karena mengikut kepercayaan mereka itulah hari yang dianggap baik untuk memilih dan menebang kayu.

Setelah kayu untuk tiang tuo ditemukan kayu tidak lansung ditebang, tetapi diadakan ritual dan dibacakan doa-doa agar kayu yang akan dijadikan tiang tuo hilang pengaruh ghaib yang ada di hutan. Dalam pepatah dikatakan; Tatkalo kayu karabah,tujuah hari tawa manawa, tujuah malam bajago-jago, kumayan putiah kumayan baruih,panagua jin jo pari, singanga rimbo nak nyo hilang (Tatkala kayu akan rebah, tujuh hari tawar menawar, tujuh malam berjaga-jaga, kumayan putih kumayan Barus, penegur jin dengan peri rimba5 supaya hilang). Dari pepatah ini yang tersirat adalah pengaruh hindu dan animisme masih melekat dalam budaya masyarakat Minangkabau.

Pengangkutan tiang tuo dari hutan ke lokasi perumahan yang akan dibangun, diangkut
secara bersama-sama. Acara menarik tiang tuo ini juga diramaikan dengan alunan musik tradisional separti caklempong, sehingga suasana terasa gembira dan khidmad. Apabila tiang tuo telah sampai di kampung, seterusnya direndam dalam kolam pada waktu yang cukup lama setidaknya satu tahun.

Tiang tuo adalah tiang utama yang merupakan tiang adat. Tiang ini dicari dalam rimba dengan suatu upacara adat. Demikian juga ketika mendirikan tiang tuo, juga dilasanakan dengan sebuah upacara adat dengan mengundang semua penghulu dan karib kerabat. Upacara mendirikan tiang tuo adalah upacara yang terbesar dari semua upacara membangun rumah gadang.

Pekerjaan berikutnya adalah mencari tiang-tiang lain serta bahan material lainnya yang diperlukan. Pekerjaan ini biasanya tidak lagi dilakukan melalui upacara yang besar separti mencari tiang tuo. Setelah selesai mengumpulkan bahan material yang memakan waktu berbulan-bulan bahkan mungkin sahaja bertahun, selanjutnya menentukan hari bila bangunan akan didirikan.

Tiang tuo adalah tiang utama yang berdirinya harus lurus, Dt Luak Sati mengibratkan
berdirinya tiang tuo, lurus ke bawah ke pentala bumi sedangkan ke atas lurus menuju tiang aras. Tiang tuo adalah lambang penghulu yang harus berdiri lurus di atas sebuah kebenaran. Ke bawah dia berakar dengan adat Minangkabau sementara ke atas di adalah hamba allah, yang harus taat dengan segala ketentuannya.

Tiang-tiang rumah gadang berdirinya tidak lurus atau tidak vartikal, tetapi agak miring kearah luar kecuali tiang tuo. Hal ini menimbulkan bentuk rumah gadang yang agak membesar ke atas dibandingkan dengan pondasinya. Karena tiang yang dianggap paling utama adalah tiang tua (tiang tuo) maka tiang inilah yang paling dahulu didirikan.

Tiang didirikan di atas batu yang disebut dengan batu sandi (sendi). Batu sendi berfungsi sebagai tempat berdiri tiang tuo, bahagian batu sendi yang terletak menghadap ke tanah bentuknya lonjong sedangkan yang datar diletakan persis di bawah tiang tuo.

Dilihat dari konstruksi rumah gadang antara satu bahagian dengan bahagian lainnya
saling topang menopang dan saling berhubung kait. Untuk mempersatukan konstruksi-
konstruksi ini dihubungkan dengan pahatan dan diperkuat dengan pasak kayu atau ruyung (buluh yang tua).

Pasak ruyung ini adakalanya terbuat dari pohon kelapa atau sejenis pohon palma lainnya. Pasak adalah lambang ikatan kekerabatan di dalam kehidupan bermasyarakat yang saling dukung mendukung, yang dilambangkan dengan konstruksi yang diikat dengan Batu tapakan sebagai alas dari tiang dan batu sendi biasanya diambil dari batu alam.  

pasak antara satu bahagian konstruksi dengan bahagian lainnya ibarat satu kesatuan yang saling memerlukan dan saling ikat mengikat yang membuat hubangan menjadi kuat dan kokoh, kesatuan antara sesama anggota kaum, ipar besan, orang semenda dan anak pisang yang saling hormat menghormati antara satu sama lain.

Tiang tuo tidak hanya dianggap sesuatu yang sakral di dalam adat sahaja, melainkan
diyakini sebagai tiang yang mempunyai kekuatan spiritual yang dapat melingdungi rumah gadang, separti apa yang diuraikan oleh Dt. Lubuak Sati, tiang tuo berfungsi sebagai penangkal petir, untuk itu sepotong emas atau perak diletakan pada bahagian  bawah batu sendi tiang tersebut, karena tempat tersebut dipercayai sarang iblis atau syaitan.

Mengikut kepercayaan kalau rumah gadang disambar petir maka tiang tuolah yang akan menahan petir tersebut. Untuk menambah kekuatan tiang tuo, ketika berlansung upacara menegakan tiang tuo, pada ujung tiang tuo diletakan lambang adat Minangkabau yang terdiri dari kain berwarna hitam, merah dan kuning, beserta buah kelapa satu buah, tebu, pisang satu tandan, kain cindai dan tepung tawar.

Pada ujung tiang dipasangkan payung berwarna hitam. Ketika pemasangan benda-benda tersebut dibacakan mantra tertentu. Dalam pepatah dikatakan: Tatkalo tatak barihnyo-dibuek alua dua baleh, manuruik barih balabeh adaik. Kato nan ampek adat nan ampek, suku nan ampek pulo, cupak nan duo baleh taia. Latak di tangah
jolong naiak, dijawek puti jolong gadang. Di ikek jo siriah tawa, sarato banang nan tujuah ragi, tawa nan ampek mambaok tagak, cindai pamaluik tando baradaik.

Payuang baikek dipucuak punco, tando alamat kabasaran, di elo jo tali tigo rupo, kebesaran alam Minangkabau (Tatkala reka mula dibuat alur dua bales, mengikut baris belebas adat. Kata yang empat adat yang empat, suku yang empat pula, cupak yang dua belas tail, letak di tangah baru naik, disambut puteri baru besar.

Di ikat dengan sirih tawar, serta benang tujuh warna, tawar yang empat membawa tegak, cindai pembelut tanda beradat. Payung diikat di pucuk punca, tanda alamat kebesaran, di tarik dengan tali tiga rupa, kebesaran alam Minangkabau).

Benda-benda yang diikatkan pada tiang tuo merupakan lambang kebesaran adat
Minangkabau. Kain cindai adalah kain adat yang disakralkan sebagai bahagian dari pakaian adat. Kain atau tali tiga warna adalah lambang Minangkabau, sama dengan warna yang terdapat pada marawa. Buah kelapa jelas berisi air yang merupakan lambang kesuburan sedangkan tebu adalah sesuatu yang dapat memberi rasa yang manis, atau menyenangkan.

Pisang adalah buah-buahan atau makanan sebagai lambang kemakmuran sedangkan payung adalah perlindungan, lambang penghulu sebagai pelindung anak kemanakan. Maknanya penghulu sebagai pimpinan adat,pemimpin anak kemanakan, dapat membimbing dan membawa anak kemanakan pada kehidupan yang makmur dan sejahtera.

Sumber : Agusti Efi Marthala buku rumah gadang penerbit humaniora Cetakan pertama 2013

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *