Oleh : Masriwal.STM
Jika kita berkunjung ke Museum Istano Basa Pagaruyung, kita akan terkagum-kagum melihat motif yang ada, apalagi motif ukiran fauna, adalah motif ukiran yang menggunakan bentuk fauna sebagai objek pada motif.
Motif ukiran yang bersumber dari fauna merupakan bentuk gambar motif yang diambil dari fauna tertentu. Penggambaran fauna dalam ornamen sebagian besar merupakan hasil kreasi dan stilisasi.
Jarang berupa binatang secara natural, dalam fisualisasinya bentuk binatang terkadang hanya diambil pada bagian tertentu dan dikombinasikan dengan motif lainnya. Seperti kucing, bebek, ayam, tupai dan sebagainya.
Motif ukiran Tatandu maisok bungo, melambangkan hidup bersenang -senang di atas penderitaan orang lain. Sifat seperti ini merupakan cerminan yang tidak baik untuk dijadikan contoh.
Karena saat tetandu menghisap sari bunga, maka dia akan menghisap madu dan memakan bunganya sampai habis, sampai yang tinggal hanya tulang-tulang daun saja.
Motif tatandu merupakan motif yang menggambarkan ulat daun (tatandu) yang berjalan beriringan sehingga kelihatan bentuk yang indah dan apik serta rapi.
Motif ini melambangkan kesinabungan dari seluruh masyarakat Minangkabau untuk mencapai sesuatu harus ada yang saling menggandeng tangan dan
menumpu pada yang lain (Harisman, 2001).
Ada motif ukiran itiak pulang patang, Â menyuguhkan suatu susunan bentuk yang harmonis dan selaras, yang diambilkan dari gerak irama bebek ketika berbaris pulang dari tempat mencari makanannya.
Biasanya itiak atau bebek dilepaskan dari kandangnya pada pagi hari, setelah itu mereka pergi ke sungai atau ke daerah yang banyak air untuk mencari makanan.
Pada sore harinya, setelah perutnya kenyang, itiak tersebut pulang beriringan dengan langkah yang gontai, tidak tergesa-gesa (Risman Marah, 1987).
Sumber : Indonesia Journal Of Visual Artand Design/ISSI Padang Panjang